Menulis Proposal dan Laporan Penelitian
(Jika Anda membutuhkan bahan bacaan ini sebagai bahan untuk pembelajaran silahkan download disini)
Pada dasarnya
penelitian (riset) merupakan penyelidikan secara sistematik untuk menjawab
pertanyaan atau memecahkan masalah melalui penerapan metode ilmiah. Yang
dimaksud dengan metode ilmiah adalah metode kerja ilmuwan yang merupakan
suatu siklus proses berpikir secara induktif (dari observasi menuju teori)
dan deduktif (dari teori menuju implikasi-implikasi logisnya). Apabila metode
ilmiah ini diterapkan pada pertanyaan tentang sifat materi, maka akan terjadi
penelitian kimia. Sedangkan, bila metode ilmiah tersebut diterapkan
pada pertanyaan tentang proses belajar-mengajar dalam bidang kimia, maka yang
terjadi adalah penelitian pendidikan kimia.
Kemampuan meneliti
merupakan salah satu kemampuan profesional yang harus dimiliki seorang
sarjana. Oleh karenanya melalui kurikulum pendidikan sarjana dikembangkan
kemampuan mahasiswa meneliti. Penulisan skripsi atau tugas akhir pada
dasarnya merupakan fase kulminasi dari pelatihan-pelatihan kepada mahasiswa
untuk mengembangkan kemampuan meneliti tersebut.
Sejak
penelitian direncanakan peneliti perlu mengkomunikasikan rencananya kepada
pihak luar untuk memperoleh masukan. Apalagi apabila penelitian tersebut
didanai pihak luar atau perlu memperoleh persetujuan dari lembaga pendidikan,
adanya rencana penelitian yang tertulis menjadi keharusan. Rencana penelitian
tertulis yang menggambarkan latar belakang penelitian, permasalahan yang
diteliti, tujuan dan manfaat penelitian, serta prosedur pelaksanaan
penelitian, dinamakan usulan penelitian, yang lebih populer disebut
"proposal penelitian". Sementara itu setelah penelitian selesai
dikerjakan peneliti perlu menyusun "laporan penelitian", untuk
diserahkan kepada perguruan tinggi sebagai skripsi atau tugas akhir,
penyandang dana penelitian, atau dipublikasikan melalui media komunikasi
profesi. Oleh karena itu kemampuan menyusun proposal dan laporan penelitian
menjadi sangat penting bagi para mahasiswa.
Proposal Penelitian
Proposal penelitian
merupakan dokumen tertulis yang dibuat untuk mengkomunikasikan kepada
pembimbing, penyandang dana, atau sponsor-sponsor penelitian tentang strategi
yang akan digunakan peneliti dalam memecahkan masalah. Proposal harus secara
jelas menjawab pertanyaan apa, mengapa, bagaimana, dan bilamana
tentang penelitian yang akan dilakukan. Dari sudut bahasa, proposal
penelitian menuntut pemakaian bahasa baku dengan konstruksi kalimat yang
ringkas, langsung, serta tidak bermakna ganda, agar tidak menimbulkan salah
pengertian dari pembacanya.
Proposal penelitian
berfungsi untuk: (1) Meyakinkan orang lain bahwa penelitian yang diusulkan
penting untuk dilakukan; (2) Memperlihatkan keakraban peneliti dengan bidang
yang diteliti dan kompetensi peneliti dalam melaksanakan penelitian yang akan
dilakukannya; (3) Menjadi dokumen "kontrak" informal peneliti
dengan penyandang dananya, sebagai kesepakatan tentang ruang lingkup kegiatan
penelitian yang akan dilakukan; (4) Menjamin semua aspek penelitian telah
dipertimbangkan secara matang; serta (5) Menjadi kerangka acuan bagi peneliti
dalam melaksanakan proyek penelitiannya, sehingga penelitiannya dapat
dikendalikan agar berjalan sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
Komponen utama
proposal penelitian adalah sebagai berikut:
1. Judul
Judul merefleksikan
fokus serta ruang lingkup penelitian. Judul perlu singkat, jelas, dan
bermakna tunggal. Sebaiknya kalimat judul tidak lebih dari dua baris dan
menggunakan kalimat tunggal. Kata yang lebih penting harus ditulis lebih
awal, sedangkan yang kurang penting ditulis kemudian.
2. Pendahuluan
Pendahuluan memaparkan
konteks permasalahan, mengapa penelitian perlu dikakukan (latar belakang
penelitian), masalah spesifik yang akan menjadi fokus penelitian yang akan
dilakukan, serta manfaat apa yang diperoleh dari hasil penelitian itu. Oleh
karenanya bagian pendahuluan umumnya terdiri atas: (1) Latar belakang, (2)
Permasalahan, (3) Tujuan, serta (4) Manfaat penelitian.
3. Tinjauan Pustaka
Bagian ini memaparkan
hasil penelusuran pustaka yang terkait dan terpilih, untuk mengatakan kepada
pembaca (pembimbing, sponsor, atau penyandang dana) tentang: (1) "State
of the art" topik penelitian saat kini; (2) Penelitian terkait yang
telah dilakukan, serta hal-hal yang belum terungkap dari penelitian
sebelumnya yang mendorong peneliti mengusulkan penelitiannya; (3) Aspek-aspek
khusus yang membedakan penelitian yang akan diusulkan dengan
penelitian-penelitian sebelumya;
4. Metode Penelitian
Disebut
pula sebagai prosedur atau metodologi. Bagian ini menjadi bagian penting dari
sebuah proposal karena memaparkan bagaimana proyek penelitian akan dijalankan.
Metode penelitian diperlukan untuk meyakinkan pembimbing (atau klien) bahwa
peneliti mempunyai rencana sistematis dan logis untuk penelitiannya,
mengetahui data apa yang akan dikumpulkan serta bagaimana mengumpulkan dan
menganalisisnya. Pada proposal penelitian kimia, bagian metode penelitian
terdiri atas paparan rinci entang desain penelitian, peralatan dan bahan yang
akan digunakan, serta prosedur kerja yang akan diterapkan. Pada proposal
penelitian pendidikan kimia, bagian metode penelitian terdiri atas desain
penelitian, subyek penelitian, instrumen (alat pengumpul data) dan teknik
pengumpulan data, serta teknik analisis data. Untuk penelitian yang didanai
pihak luar, jadwal kerja dan anggaran biaya seringkali disertakan pada bagian
ini.
Laporan Penelitian
Belum sempurna suatu penelitian apabila hasilnya belum
dituangkan dalam laporan. Melalui dokumen laporan penelitian temuan
penelitian dapat dikaji dan bahkan dirujuk peneliti lain untuk pengembangan
ilmu lebih lanjut. Laporan penelitian dapat berbentuk laporan panjang dan
rinci (misalnya skripsi), atau dapat pula dipublikasi dalam bentuk pendeknya,
yakni sebagai makalah seminar atau simposium, atau artikel jurnal ilmiah.
Terlepas dari lingkup dan medium penyebarannya, laporan penelitian harus menyampaikan
informasi tentang mengapa penelitian dilakukan, apa yang menjadi fokusnya,
apa yang menjadi acuan konseptualnya, bagaimana desainnya, bagaimana data
dikumpulkan dan dianalisis, temuan apa yang diperoleh, apa implikasi temuan
tersebut bagi kepentingan praktis dan pengembangan ilmu.
Pada dasarnya laporan penelitian merupakan perluasan
dari proposal penelitian, namun tentunya dengan modifikasi dan perluasan.
Modifikasi umumnya dilakukan pada metode penelitian, karena laporan
memaparkan apa yang dilakukan, dan sangat mungkin sedikit berbeda dari apa
yang direncanakan. Sementara itu perluasan dilakukan
karena laporan penelitian memuat hasil penelitian, yakni temuan, pembahasan,
kesimpulan, dan saran.
Laporan penelitian versi panjang umumnya terdiri atas:
(1) Pendahuluan; (2) Tinjauan Pustaka; (3) Metode Penelitian; (4) Temuan dan
Pembahasan; (5) Kesimpulan dan Saran; serta (6) Daftar Pustaka. Sejumlah
informasi yang dipandang penting untuk dibaca orang umumnya disertakan
sebagai lampiran.
Bab pendahuluan
terutama memaparkan konteks yang melatarbelakangi penelitian, permasalahan
yang dipecahkan, tujuan penelitian, serta manfaat yang diharapkan
(mempertajam apa yang ditulis dalam proposal). Bab tinjauan pustaka
terutama memaparkan kerangka teoritik yang melandasi penelitian serta kaitan
penelitian yang dikerjakan dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya
(memperinci apa yang ditulis dalam proposal). Bab metode penelitian memaparkan
desain penelitian yang dilakukan, bahan dan peralatan yang digunakan, serta
langkah prosedur pengumpulan data serta pola analisis data yang telah
dilakukan (memperinci dan memodifikasi apa yang tertulis pada proposal). Bab
temuan dan pembahasan terutama memaparkan data yang terkumpul (biasanya
disajikan dalam bentuk tabel, grafik, atau skema), interpretasi dan analisis
peneliti terhadap data tersebut, yang dipandang peneliti memberikan
jawaban-jawaban terhadap persoalan yang sedang diteliti, serta tinjauan
secara integratif kaitan antara temuan-temuan penelitian dengan teori dan
hasil-hasil penelitian terkait yang diungkapkan pada bab studi kepustakaan. Bab
kesimpulan dan saran mengungkapkan apa yang menjadi hasil paling penting
dari penelitan yang telah dilakukan, serta saran-saran untuk penelitian lebih
lanjut dan penerapan praktisnya.
Jika hasil penelitian dilaporkan dalam bentuk artikel
jurnal, maka yang dipaparkan hanyalah aspek-aspek yang sangat penting saja.
Selain itu paparan dilakukan secara ringkas karena jumlah halaman untuk
artikel jurnal biasanya dibatasi. Pada umumnya struktur artikel jurnal adalah
sebagai berikut: (1) Pendahuluan, yang merupakan paparan singkat
tentang konteks penelitian dan permasalahan yang diteliti; (2) Metode,
yang merupakan paparan singkat tentang desain penelitian, alat-alat dan bahan
yang digunakan, serta prosedur penelitian; (3) Temuan dan Pembahasan,
yang merupakan paparan singkat hasil pengolahan data (dibantu dengan
penyajian tabel dan grafik), serta penjelasan penulis tentang temuan-temuan
penelitian, kesenjangan dengan prediksi teoritik, kesejalanan/ketidaksejalanan
dengan hasil penelitian orang lain; (4) Kesimpulan, sebagai pernyataan
umum hasil penelitian yang dilaksanakan; (5) Daftar pustaka, untuk
publikasi yang dirujuk dan membantu pembaca apabila berkeinginan menelaah
lebih dalam ihwal yang terkait pada penelitian yang dilaporkan.
Daftar Pustaka:
- Indriati, E. (2001). Menulis Karya Ilmiah.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Metz, P. A. (1994). Introduction to the
Symposium on What is Research in Chemistry Education. Journal of
Chemical Education, 71(3), 180-181.
- Moore, N. (1995). Cara Meneliti
(Terjemahan Elly Suradikusumah). Bandung: Penerbit ITB.
|
Memulai Menulis
Setelah
hal-hal pokok dalam persiapan menulis ilmiah sudah kita lakukan, maka
sampailah kita pada tahap memulai menulis.
Harus mulai dari mana?
Untuk penulisan ilmiah seperti Kertas
Kerja, Karya Tulis, Skripsi, Thesis, Disertasi biasanya sudah mengikuti pola
yang relatif baku. Pola tersebut biasanya tercermin dalam daftar isi. Jika
memang pola tersebut sudah ada, untuk menyelesaikan proposal misalnya, ada
baiknya kita mengikuti pola tersebut menurut urutan bab-nya. Karena pola
tersebut merupakan kerangka berfikir logis dalam penelitian.
Namun, bukan tidak mungkin kita menyiapkannya secara simultan. Sebagai misal,
ketika menyelesaikan latar belakang permasalahan, pada periode yang sama kita
mencoba mengumpulkan bahan-bahan teori yang akan digunakan sebagai tinjauan
pustaka. Hal ini juga bermanfaat untuk memperkaya pemahaman kita tentang topik
atau masalah dari rencana penelitian kita.
Pola baku penulisan ilmiah atau sebuah proposal penelitian paling tidak terdiri
dari:
Membangun Kesinambungan Ide dalam Tulisan
Ilmiah
Kesinambungan
ide merupakan faktor penting dalam sebuah tulisan. Ada banyak ide-ide besar
tidak dapat dimengerti karena kesinambungannya tidak jelas. Kesinambungan ide
dalam tulisan, dapat dibangun melalui pengembangan antar paragraf
yang dinamis.
Paragraf yang dinamis dipengaruhi oleh kepaduan makna antar kalimatnya secara
koheren. Dan makna kalimat sangatlah tergantung pada ketepatan tata bahasa,
diksi dan gaya bahasa, sehingga tercipta kalimat yang efektif.
Menciptakan kalimat efektif dalam tulisan
Hal yang satu ini seringkali diabaikan ketika menulis. Walaupun sebenarnya,
kalimat itu merupakan kunci keberhasilan dari keseluruhan tulisan. Karena
kalimat mencerminkan ide pokok, citarasa, etika dan tingkat kedalaman analisis
seorang penulis. Pemahaman akan kalimat yang efektif sangatlah penting. Hal ini
menyangkut penerapan tatabahasa, diksi dan gaya bahasa dalam tulisan.
Dalam tulisan ilmiah, tulisan kita dipahami sebagai karya ilmiah yang
menyampaikan kebenaran. Disampaikan dalam tatanan resmi disampaikan dalam
langgam bahasa tulis. Olehkarena itu, ketaatan terhadap tatabahasa sangatlah
mutlak. Penggunaan tanda baca, teknik penulisan, pemilihan jenis kalimat, penggunaan
gaya bahasa haruslah dipahami.
Seringkali, istilah dalam bahasa percakapan/lisan dengan tanpa terasa masuk
dalam bahasa tulis. Penggunaan kalimat majemuk bertingkat, sangatlah mengganggu
pembaca dalam memahami ide kita.
Oleh karena itu, menggunakan kalimat efektif
sesuai tatabahasa menjadi pilihan yang paling bijaksana. Tidak sedikit kita
jumpai paragraf dalam tulisan hanya berisi satu kalimat! Dan kalimat tersebut
dapat berisi 12-25 kata.
Beberapa saran, yang mungkin dapat membantu kita menciptakan kalimat efektif
adalah:
- Gunakan maksimal 12 kata untuk
satu kalimat
- Buatlah kalimat berstruktur
minimal Subyek-Predikat (S-P)
- Hindari penggunaan kalimat
majemuk
- Pilih kata dan gaya bahasa yang
resmi dan untuk bahasa tulis
Jika hal-hal di atas, sudah dapat kita lakukan, maka langkah berikutnya adalah membangun
paragraf yang dinamis.
Identifikasi dan Perumusan Masalah Penelitian
Salah
satu tugas peneliti yang sangat menentukan keberhasilan kegiatan penelitiannya
adalah mengidentifikasi dan merumuskan masalah penelitan. Hal ini mengandung
pengertian, bahwa rumusan masalah penelitian memiliki kedudukan yang sangat
penting dalam membawa konsekuensi pada tahapan proses penelitian berikutnya.
Seorang
peneliti yang tidak mengetahui secara pasti apa masalah penelitian yang
dihadapi, sama halnya dengan orang yang tidaktahu tentang apa yang harus
diperbuat. Karena rumusan masalah yang jelas dan tajam, akan membimbing
penelitiiuntuk pengembangan tujuan, kerangka teoitik, perumusan hipotesis,
identifikasi variable penelitian, pemilihan rancangan dan jenis penelitian.
Namun
persoalan dasar, yang harus dimengerti adalah apa yang dimaksud dengan rumusan
masalah penelitian, bagaimna cara mengidentifikasi dan merumuskan masalah
penelitan, serta dari mana peneliti dapat memperoleh sumber-sumber permasalahan
di bidang kesehatan.
Bagaimna
masalah penelitian itu muncul? Permasalahan akan muncul jika ada kesenjangan
antara teori (what should be) atau harapan dengan kenyataan yang
dijumpai (what is)
Namun,
tidak semua kesenjangan dapat dikembangkan menjadi permasalahan penelitian?
Ternyata tidak semuanya. Ada kondisi-kondisi yang harus dipenuhi agar sebuah
kesenjangan dapat dikembangkan menjadi permasalahan penelitian. Kondisi itu
adalah:
Adanya kesenjangan antara kenyataan dengan teori atau hasil penelitian
terdahulu
Dari kesenjangan itu dpt dikembangkan pertanyaan, mengapa kesenjangan itu
terjadi.
Pertanyaan tersebut memungkinkan untuk dijawab, dan jawabannya lebih dari satu
kemungkinan
Dengan demikian pengertian permasalahan penelitian adalah pertanyaan tentang
situasi problematik yang timbul dari kesenjangan antara kenyataan dengan teori
atau hasil penelitian terdahulu, yang memungkinkan untuk dijawab, dan
jawabannya lebih dari satu.
Menetapkan Judul Penelitian
Meskipun
posisi judul penelitian dalam sebuah dokumen proposal penelitian letaknya
paling luar atau paling atas, namun pada kenyataannya tidak selalu demikian.
Menurut logika penelitian, awal sebuah proposal penelitian adalah
mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan penelitian. Sehingga penetapan
judul penelitian, baru memungkinkan untuk dilakukan, setelah rumusan masalah
penelitian itu diketahui.
Menetapkan judul penelitian, paling tidak harus mengikuti kaidah umum sebagai
berikut:
- Judul mencerminkan topik dan
isi dari penelitian. Oleh karena itu, judul penelitian bukan harga mati,
selama proses penyusunan proposal atau proses penelitian berlangsung,
sangatlah mungkin terjadi perubahan redaksional pada judul.
- Penulisannya singkat dan jelas.
Singkat artinya tidak terlalu panjang, berkisar 8 sampai 12 kata. Jelas
artinya mengungkapkan variabel utama, subyek, lokasi dan waktu penelitian
Menulis Latar Belakang Permasalahan
Latar Belakang Permasalahan
merupakan kunci dari sebuah proposal penelitian. Karena logika penelitian
dilakukan berdasar adanya fenomena problematik yang harus diatasi. Sehingga
latarbelakang harus menunjukkan sistematika yang menjurus ke arah pemilihan
suatu masalah tertentu. Masalah tersebut tentunya yang penting dan menarik
untuk dilakukan penelitian. Pada tahap ini, peneliti sudah dapat
mengidentifikasi awal permasalahan utamanya serta faktor-faktor utama yang
menjadi penyebabnya. Pada kondisi ini sudah dapat diketahui variabel terikat (dependent)
sebagai akibat dari variabel pengaruh variabel bebas (independent) .
Teknik
penulisan Latar Belakang Permasalahan dalam penelitian dimulai dari pengungkapan secara sistematis deskripsi masalah secara
makro pada tingkat global menuju permasalahan yang bersifat mikro yang terjadi
di lokasi penelitian. Penulisan masalah ini dilakukan dengan memaparkan variabel terikat (dependent)
sebagai pokok pikiran utama dan variabel bebas (independent) sebagai pokok pikiran penjelas.
Unsur pokok yang harus ada
dalam penulisan Latar Belakang Permasalahan adalah perlunya menonjolkan bahwa masalah itu sangat
penting untuk diatasi dan menarik untuk diteliti. Sehingga fenomena
problematika yang akan kita bahas menunjukkan tingkat seriousness of the
problem.
Tingkat keseriusan masalah ini dapat dilihat dari aspek kegawatan karena
sifatnya dapat mengancam jiwa, luasnya wilayah yang terkena dampak
masalah, aspek teknologi atau aspek
kecemasan yang menimpa pada masyarakat. Aspek ini tentunya harus didukung data pendukung yang meyakinkan. Untuk
keperluan data, maka sumber-sumber
pustaka seperti jurnal ilmiah, laporan penelitian, publikasi pemerintah
sangatlah penting.
Masalah yang sering dijumpai, pada awal-awal penulisan Latar Belakang Permasalahan
adalah awal yang terlalu lebar dan tidak terstruktur. Meskipun konsep
pembahasan dalam Latar Belakang Permasalahan itu mengikuti pola piramida terbalik, namun awal yang terlalu lebar menyebabkan
kita dapat kehilangan fokus. Dengan pembahasan secara terstruktur mengikuti
pola tersebut, memungkinkan kita memperoleh akhir yang mengerucut pada suatu masalah utama.
Menetapkan Rumusan Masalah Penelitian
Dari fenomena problematik
yang diuraikan di dalam Latar Belakang Masalah perlu dirumuskan lebih spesifik,
sehingga lebih jelas dan lebih terlokalisir. Rumusan Masalah ini diperlukan
untuk menuntun peneliti pada tahap-tahap selanjutnya.
Ada beberapa kaidah dasar dalam perumusan masalah penelitian. Rumusan masalah
dinyatakan menggunakan kalimat tanya mengenai hubungan antara dua variabel
penelitian. Rumusan dalam kalimat tanya sangat dianjurkan karena akan lebih
menonjolkan masalah, sehingga bersifat lebih khas dan tajam. Bersifat khas,
artinya rumusan masalah penelitian tidak bermakna ganda. Jika terdapat banyak
pertanyaan penelitian, maka harus dirumuskan secara terpisah.
Contoh:
Apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan tingkat
keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif pada wanita perkotaan?
Membangun Paragraf yang Dinamis
Paragraf dalam sebuah
tulisan ilmiah, merupakan kumpulan dari dua atau beberapa kalimat yang saling
berhubungan dalam satu kesatuan bahasan. Kalimat-kalimat dalam
paragraf tidak berdiri sendiri, tetapi saling menjelaskan. Sehingga berapapun
jumlah kalimat dalam paragraf, harus saling mendukung, mengarahkan pada suatu
bahasan tertentu yang mencerminkan ide pokok penulisan.
Koherensi: kepaduan makna
Setelah kalimat-kalimat efektif itu berhasil kita tulis, tugas kita berikutnya
adalah menyusun dalam paragraf. Yaitu menyusun paragraf secara dinamis,
menghantarkan pembaca, dari suatu kalimat ke kalimat berikutnya secara runtut,
teratur dan tercipta kepaduan makna yang memperkuat ide pokok. Sayangnya, ini
tidak mudah!
Seringkali kita terjebak pada bagian-bagian uraian detil yang melebar, sehingga
kita kehilangan fokus. Jika sudah demikian, bukan tidak mungkin pembaca, atau
bahkan kita sendiri penulisnya, merasa kebingungan apa sebenarnya fokus bahasan
paragraf ini.
Untuk mengatasinya, ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk membangun
paragraf yang dinamis, diantaranya dengan pembahasan Ide pokok, Urutan logis,
Kronologi kejadian, Perbandingan.
Pembahasan Ide Pokok
Mengembangkan paragraf melalui pembahasan ide pokok, dapat dilakukan melalui
pola urutan: Ide-Deskripsi-Analogi-Kesimpulan. Pada awal paragraf,
dimulai dengan menuliskan ide pokok atau duduk perkaranya dalam sebuah kalimat
efektif. Diikuti deskripsi atau penjelasan dari ide tersebut. Deskripsi ide,
dapat dilakukan dengan menjawab atas pertanyaan "Apa",
"Kapan", "Dimana", "Bagaimana" dan
"Mengapa" atas ide pokok tersebut. Setelah kalimat-kalimat yang
menguraikan atas ide pokok tersebut, diikuti analogi, berupa penggambaran
situasi, ilustrasi atau data pendukung. Sebagai akhir paragraf, kita dapat
menyampaikan kalimat yang berisi penegasan kembali berupa kesimpulan atau
solusi.
pendukung.
Sebagai akhir paragraf, kita dapat menyampaikan kalimat yang berisi penegasan
kembali berupa kesimpulan atau solusi.
Jika ada saran-saran silakan berikan komentar di akhir posting ini, atau jika
ingin berdiskusi bisa kunjungi saya di Forum Membangun Kinerja
Staff.
Merumuskan
Tujuan Penelitian
Tujuan pada dasarnya
merupakan pernyataan tentang apa yang menjadi harapan, atau sesuatu yang ingin
diketahui. Pernyataan tersebut merupakan hal-hal yg ingin dilakukan peneliti
dalam penelitiannya. Perumusan Tujuan penelitian, dibuat dengan mengacu pada
masalah/pertanyaan penelitian. Dengan demikian, antara tujuan dan masalah
peneltitian saling terkait. Teknik penulisannya, Tujuan penelitian dirumuskan
dengan kalimat pasif, karena tujuan merupakan pernyataan kondisi yang akan
dicapai. Dalam penulisan proposal penelitian, Tujuan penelitian biasanya
dibedakan menjadi Tujuan umum dan khusus. Tujuan umum, berisi tentang hal yg
akan dicapai pada akhir penelitian, yaitu menjawab masalah penelitian.
Sedangkan Tujuan khusus, berisi penjabaran tentang hal yg akan dicapai untuk
memenuhi/mencapai tujuan umum, yaitu merupakan tahap-tahap yang akan dilakukan
dlm penelitian. Merupakan rincian dari Tujuan umum penelitian.
Peninjauan Pustaka dalam
Penelitian, biasanya dilakukan setelah peneliti berhasil merumuskan masalah
penelitian, menetapkan tujuan dan manfaat penelitian. Tinjauan pustaka
penelitian tujuannya untuk memperoleh gambaran tentang tinjauan teori kaitannya
dengan masalah yang diteliti atau variabel utama penelitian, landasan teori
yang digunakan, kerangka konsep dan hipotesis penelitian.
Pemilihan bahan pustaka yang
akan dikaji didasarkan pada dua kriteria, yaitu: (1) prinsip kemutakhiran
(kecuali utuk penelitian historis) dan (2) prinsip relevansi. Prinsip
kemutakhiran penting karena ilmu berkembang dengan cepat. Sebuah teori yang
efektif pada suatu periode mungkin sudah ditinggalkan pada periode berikutnya.
Dengan prinsip kemutakhiran, penelitian dapat berargumentasi berdasar
teori-teori yang pada waktu itu dipandang paling representatif. Hal seruap
berlaku juga terhadap telaah laporan-laporan penelitian. Prinsip relevansi
diperlukan untuk menghasilkan kajian pustaka yang erat kaitannya dengan masalah
yang diteliti.
Keaslian Penelitian
Dalam
format proposal atau laporan karya tulis ilmiah, seringkali disertakan tentang
'keaslian penelitian'. Maknanya, bahwa topik penelitian yang akan kita
laksanakan bersifat asali, otentik, tidak merupakan 'jiplakan' dari naskah atau
karya penelitian orang lain.
Untuk membuktikannya bahwa penelitian kita adalah karya yang otentik, maka
seorang peneliti harus secara terbuka menyatakannya. Hal-hal penting yang harus
diungkapkan adalah mengenai hasil-hasil penelitian terdahulu yang pernah
dilakukan tentang topik atau tema penelitian yang akan dilaksanakan. Dari
sejumlah penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, selanjutnya dibandingkan
dengan topik penelitian kita, terutama dalam hal metodologi penelitian. Meskipun
dalam beberapa hal, kita juga harus membahas aspek masalah, tujuan dan
hasilnya. Aspek-aspek mana yang memiliki persamaan, dan dalam hal yang mana
penelitian kita itu memiliki perbedaan. Perbedaan-perbedaan itulah sebenarnya
yang mencerminkan keaslian penelitian.
Pada aspek-aspek yang menunjukkan persamaan dengan penelitian terdahulu yang
pernah dilakukan peneliti lain, kita dituntut memberikan argumentasi secara
memadai mengapa aspek-aspek tersebut masih perlu kita lakukan juga.
Penyusunan Kerangka Teori Penelitian
Setelah
masalah penelitian berhasil dirumuskan dengan baik maka langkah berikutnya
adalah mengajukan hipotesis yang didasarkan dari kajian mendalam teori-teori
yang relevan dengan variabel-variabel penelitian. Agar sebuah kerangka
teoretis meyakinkan maka argumentasi yang disusun dalam teori-teori yang
dipergunakan dalam membangun kerangka berpikir harus merupakan pilihan dari
sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan
terbaru.
Disamping
itu, kerangka teori juga dapat dilakukan melalui pengkajian hasil-hasil
penelitian yang relevan yang telah dilakukan peneliti lainnya. Hasil
penelitian orang lain yang relevan dijadikan titik tolak penelitian kita
dalam mencoba melakukan pengulangan, revisi, modifikasi, dan sebagainya.
Berdasarkan kajian teoretis dan hasil-hasil penelitian yang relevan, maka
tahap berikutnya peneliti menyusun kerangka berpikir yang mengarahkan
perumusan hipotesis.
Dengan
demikian produk akhir dari proses pengkajian kerangka teoretis adalah
perumusan hipotesis.
Secara
ringkas, langkah penyusunan kerangka teoretis dan pengajuan hipotesis dapat
dibagi ke dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
- Pengkajian mengenai teori-teori ilmiah yang akan
dipergunakan dalam analisis.
- Pembasan mengenai penelitian-penelitian lain
yang relevan.
- Penyusunan kerangka berpikir dengan
mempergunakan premis-premis sebagaimana yang terkandung dalam teori
dan hasil penelitian tersebut dengan menyatakan secara tersurat
pernyataan, postulat, asumsi, dan prinsip yang dipergunakan.
- Perumusan hipotesis.
|
Merumuskan Hipotesis Penelitian
Tidak semua penelitian kuantitatif memerlukan hipotesis
penelitian. Penelitian kuantitatif yang bersifat eksploratoris dan deskriptif
tidak membutuhkan hipotesis. Oleh karena itu sub bab hipotesis penelitian
tidak harus ada dalam skripsi, tesis, atau disertasi hasil penelitian
kuantitatif.
Secara prosedural hipotesis penelitian diajukan setelah
peneliti melakukan kajian pustaka, karena hipotesis penelitian adalah rangkuman
dari kesimpulan-kesimpulan teoretis yang diperoleh dari kajian pustaka.
Hipotesis mrupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara
teoretis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya.
Secara teknis, hipotesis penelitian biasanya
dicantumkan dalam Bab II (Bab Tinjauan Pustaka) setelah Tinjauan Teori dan
Landasan Teori. Rumusan hipotesis hendaknya bersifat definitif atau
direksional. Artinya, dalam rumusan hipotesisi tidak hanya disebutkan adanya
hubungan atau perbedaan antarvariabel, bagian akhir kajian dalam tesis dan
disertasi perlu ada bagian tersendiri yang berisi penjelasan tentang
pandangan atau kerangka berpikir yang digunakan peneliti berdasarkan
teori-teori yang dikaji.
Variabel Penelitian
Pengertian Variabel
Variabel berasal dari akar kata vary (berarti: berbeda) dan able (berarti:
dapat), secara harfiah kata 'variabel' dapat diartikan sebagai sesuatu yang
hasilnya dapat berbeda-beda. Secara singkat, variabel adalah gejala yang
menjadi fokus peneliti untuk diamati dan hasilnya dapat berbeda-beda (antar
responden-Red). Tentunya banyak pengertian lain, tapi sepertinya pengertian
itu sudah cukup.
Di sini akan diuraikan berbagai jenis variabel yang sering dijumpai dalam
suatu penelitian. Variabel penelitian juga dapat dibedakan menjadi (1).
Variabel bebas (independent variable), (2). Variabel terikat (dependent
variable). Penggolongan tersebut dilakukan berdasarkan sifat hubungan antar
variabel. Dalam hal ini sifat hubungannya adalah hubungan kausalitas.
Variabel bebas juga sering disebut variabel antecedent, dan variabel terikat
disebut qonsequent. Variabel bebas ialah variabel yang oleh peneliti
diperkirakan menjadi penyebab munculnya atau berubahnya variabel terikat.
Sedang variabel terikat ialah variabel yang terjadi atau muncul atau berubah
karena mendapat pengaruh atau disebabkan oleh variabel bebas. Di antara
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat tersebut terdapat
variabel-variabel perantara (moderator), variabel pengganggu (intervening
variable), dan variabel pengendali variabel lain (control variable).
Variabel bebas (independent)
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab atau berubahnya suatu
variabel lain (variabel dependen). Juga sering disebut dengan variabel bebas,
prediktor, stimulus, eksougen atau antecendent.
Variabel terikat (dependent)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena adanya variabel lain (variabel bebas). Juga sering disebut variabel
terikat, variabel respons atau endogen. Variabel inilah yang sebaiknya anda
kupas dalam-dalam pada latar belakang penelitian. Berikan porsi yang lebih
dalam membahas variabel terikat dari pada variabel bebasnya karena merupakan
implikasi dari hasil penelitian.
Variabel antara (Moderating variable)
Variabel moderating adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sekali lagi, memperkuat atau
memperlemah. Variabel moderating juga sering disebut sebagai variabel bebas
kedua dan sering dipergunakan dalam analisis regresi linear, atau pada
structural equation modeling. Sebagai contoh, hubungan ayah dan ibu akan
semakin mesra dengan adanya anak. Jadi anak merupakan variabel moderating
antara ayah dan ibu. Atau, selingkuhan merenggangkan hubungan ayah dan ibu,
jadi selingkuhan merupakan variabel moderating antara ayah dan ibu.
Variabel pengganggu (intervening variable)
Adalah variabel yang menjadi media pada suatu hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat.
Variabel kontrol
Variabel kontrol adalah variabel yang dijadikan acuan bagi variabel yang
lain.
Variabel Pengganggu dalam penelitian
Variabel
bebas, tergantung, kontrol dan moderat merupakan variable-variabel kongkrit.
Ketiga variable, yaitu variable bebas, kontrol dan moderat tersebut dapat
dimanipulasi oleh peneliti dan pengaruh ketiga varaibel tersebut dapat
dilihat atau diobservasi. Lain halnya dengan variable pengganggu, variable
tersebut bersifat hipotetikal artinya secara kongkrit pengaruhnya tidak kelihatan,
tetapi secara teoritis dapat mempengaruhi hubungan antara varaibel bebas dan
tergantung yang sedang diteliti. Oleh karena itu, variable pengganggu
didefinisikan sebagai variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan
varaibel yang sedang diteliti tetapi tidak dapat dilihat, diukur, dan
dimanipulasi; pengaruhnya harus disimpulkan dari pengaruh-pengaruh variabel
bebas dan variable moderat terhadap gejala yang sedang diteliti.
|
DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional penelitian adalah suatu Konsep yang digambarkan dalam definisi
konsep tentu saja tidak akan dapat diobservasi atau diukur gejalanya
dilapangan. Untuk dapat diobservasi atau diukur, maka suatu konsep harus
didefinisikan secara operasional. Definisi operasional ini dimaksudkan untuk
memberikan rujukan-rujukan empiris apa saja yang dapat ditemukan dilapangan
untuk menggambarkan secara tepat konsep yang dimaksud sehingga konsep tersebut
dapat diamati dan diukur. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa definisi
operasional merupakan jembatan yang menghubungkan conceptual-theoretical
level dengan empirical –observational level.
Sebagai contoh, Purwanto dan Sulistyastuti (2007) untuk
menggambarkan apakah ada atau tidak partisipasi di suatu kabupaten/kota dalam
pembuatan kebijakan maka survey GDS I menggunakan definisi
operasional sebagai berikut untuk menggambarkan konsep partisipasi sebagai
sesuatu yang dapat diamati atau diukur:
1. Pertemuan warga
2. Kotak pos
3. Forum komunikasi
4. Peninjauan lapangan
5. Media massa
6. Musbangdes/UDKP/Rakorbang
Mengukur Validitas dan Reliabilitas
Validitas
Secara umum uji validitas
adalah untuk melihat apakah item pertanyaan yang dipergunakan mampu mengukur
apa yang ingin diukur. Terdapat berbagai macam konsep tentang validitas. Seperti
tulisan KonsultanStatistik, tentang konsep validitas
yang jamak dipergunakan dalam berbagai penelitian ekonomi. Suatu item
pertanyaan dalam suatu kuesioner dipergunakan untuk mengukur suatu konstruk
(variabel) yang akan diteliti. Sebagai contoh: besarnya gaji valid dipergunakan
untuk mengukur kekayaan seseorang; atau jumlah anak tidak valid dipergunakan
untuk mengukur kekayaan seseorang. Artinya gaji berkorelasi dengan tingkat
kekayaan seseorang, tetapi jumlah anak tidak berkorelasi dengan tingkat
kekayaan seseorang.
Alat
analisis Uji Validitas
Beberapa alat analisis yang sering dipergunakan untuk melakukan uji validitas
adalah:
1.
Korelasi Product Moment
Item butir dinyatakan valid
jika mempunyai korelasi dengan skor total (r hitung) di atas r tabel.
Perhitungan dengan SPSS menggunakan Analyze --> correlate --> bivariate,
pilih Pearson. Pindahkan data jawaban pada masing-masing butir dan skor total
dari kiri ke kanan. Hasilnya pada output, lihat pada kolom paling kanan.
2. Corrected Item to Total Correlation
Adalah dengan mengkoreksi
nilai r hitung karena adanya spurious overlap. Perhitungan dengan SPSS
menggunakan Analyze --> Scale --> Reliability Analysis, pindahkan jawaban
responden pada masing-masing butir (tanpa skor total) dari kiri ke kanan -->
Pilih Statistic è Klik pada Scale if item deleted --> OK. Nilai yang
dipergunakan pada kolom Corrected item-total correlation.
3. Analisis Faktor
Item yang valid akan
mengelompok pada konstruk yang diukur. Analisis dengan SPSS menggunakan
Analyze--> Data reduction --> Factor Analysis --> masukan semua
jawaban responden. Item pertanyaan pada suatu konstruk yang tidak mengelompok
pada konstruk tersebut dinyatakan tidak valid.
Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah
untuk melihat apakah rangkaian kuesioner yang dipergunakan untuk mengukur suatu
konstruk tidak mempunyai kecenderungan tertentu. Nilai yang lazim dipakai
adalah 0,6. Perhitungan dengan SPSS sama dengan perhitungan validitas dengan
Corrected Item to Total Correlation. Nilai yang dilihat adalah Alpha, pada
bagian kiri bawah.
Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul
1. Bagaimana perlakuan terhadap butir pertanyaan yang tidak valid?
Jawab: Butir yang tidak
valid berarti tidak mampu mengukur suatu konstruk yang akan diukur, sehingga
sebaiknya dikeluarkan dari model penelitian.
2. Butir-butir pertanyaan sudah valid semua, tetapi mengapa tidak reliabel?
Jawab: Meskipun ada
kecenderungan bahwa jika semua butir sudah valid akan reliabel, akan tetapi hal
tersebut tidak merupakan suatu jaminan. Upaya yang dapat dilakukan agar menjadi
reliabel adalah dengan menggunakan pengujian reliabilitas yang lain, atau
memodifikasi indikator yang dipergunakan.
3. Kuesioner sudah valid dan reliabel, tetapi mengapa hipotesis tidak diterima?
Jawab: Tidak ada hubungan
antara uji validitas dan reliabilitas dengan penerimaan hipotesis. Uji
validitas dan reliabilitas hanya untuk melihat apakah alat ukur yang
dipergunakan (kuesioner) sudah layak dipergunakan atau belum.
4. Metode pengujian mana yang paling tepat?
Jawab: Tidak ada ketentuan
yang pasti dan tergantung dari model yang dipergunakan dalam penelitian.
5. Bolehkan pengujian Alpha Cronbach dipergunakan untuk kuesioner dengan jawaban
benar dan salah?
Jawab: Tidak boleh. Alpha
Cronbach tidak dapat digunakan untuk menguji reliabilitas kuesioner dengan
skala nominal (benar/salah)
6. Berapakah jumlah indikator yang ideal dalam mengukur suatu
konstruk/variabel?
Jawab: Tidak ada ketentuan
yang pasti. Semakin banyak akan semakin baik, akan tetapi memerlukan tenaga
yang lebih besar dan mungkin tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
Untuk model dengan SEM, disarankan minimal 3 indikator setiap konstruk (tetapi
bukan merupakan suatu keharusan)
Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Penelitian
Sumber
data sebuah penelitian ada kalanya menggunakan data dari hasil kuesioner.
Tentunya dalam penyusunan sebuah kuesioner harus benar-benar bisa
menggambarkan tujuan dari penelitian tersebut (valid) dan juga dapat
konsisten bila pertanyaan tersebut dijawab dalam waktu yang berbeda
(reliabel)
Uji Validitas
Tentang uji validitas ini dapat disampaikan hal-hal pokoknya, sebagai
berikut:
Uji ini sebenarnya untuk melihat kelayakan
butir-butir pertanyaan dalam kuesioner tersebut dapat mendefinisikan suatu variabel.
Daftar pertanyaan ini pada umumnya untuk mendukung
suatu kelompok variabel tertentu.
Uji validitas dilakukan setiap butir soal. Hasilnya
dibandingkan dengan r tabel | df=n-k dengan tingkat kesalahan 5%
Jika r tabel Jika r tabel < r hitung,
maka butir soal disebut valid
Uji Reliabilitas
Tentang uji reliabilitas ini dapat disampaikan hal-hal pokoknya, sebagai
berikut:
Untuk menilai Kestabilan ukuran dan konsistensi
responden dalam menjawab kuesioner. Kuesioner tsb mencerminkan konstruk
sebagai dimensi suatu variabel yang disusun dalam bentuk pertanyaan
Uji reliabilitas dilakukan secara bersama-sama terhadap
seluruh pertanyaan.
Jika nilai alpha>0.60, disebut reliabel
Uji Validitas dan reliabilitas instrumen menggunakan
SPSS
Secara mudah kuesioner diuji cobakan dulu kepada responden sample (misal 30
responden). Dalam SPSS langkah menentukan butir pertanyaan yang
valid dapat dilakukan dengan mudah.
Langkahnya
adalah sebagai berikut :
Analyse > Scale > Reliability Analysis
Pada bagian Statistic aktifkan kotak cek Item, Scale, Scale if item deleted.
Abaikan pilihan yang lain, klik Continue – OK.
Cara baca output:
Lihat pada bagian Item-total statistic pada kolom Corrected Item Total
Correlation, nilai-nilai tersebut menunjukkan nilai korelasi butir-butir
pertanyaan terhadap skor totalnya. Nilai hitung tersebut dibandingkan dengan
r tabel (lihat ditabel dengan terlebih dulu mencari df-nya (derajat
kebebasan) sesuai dengan datanya dan asumsi spss akan menggunakan tingkat
signifikansi 5%).
Pengambilan kesimpulannya jika nilai hitung > dari nilai r-tabel maka
butir tersebut dinyatakan valid. Perlu diperhatikan karena data adalah 1 arah
(ke arah positif) maka nilai hitung yang bernilai negatif otomatis tidak
valid. Jika masih ada butir yang tidak valid maka dikeluarkan (klik kanan
pada nama variabelnya – Clear) kemudian diproses ulang (ulangi langkah
Analyse > Scale > Reliability Analysis, dst) sampai mendapatkan semua
butir valid.
Kemudian untuk menentukan reliabilitas bisa dilihat dari nilai Alpha jika nilai
alpha lebih besar dari nilai r tabel maka bisa dikatakan reliabel. Ada juga
yang berpendapat reliabel jika nilai r > 0,60.
Sekarang kuesioner telah siap untuk disebar ke responden yang ditargetkan.
Sebagai catatan untuk mencari nilai korelasi data juga bisa dilakukan lewat
menu Analyse > Correlation > Bivariate.
Selamat mencoba.
Sampling Error
Ada 2 tipe kesalahan di dalam penelitian survey, yaitu sampling
error dan non sampling error. Kesalahan pengambilan sampel (sampling
error) adalah kesalahan yang terjadi dari kegiatan pengambilan sampel.
Misalnya sampel yang dipilih tidak mencerminkan karakter populasi yang sesuai
tujuan penelitian. Sebagai contoh penelitian bertujuan untuk meneliti
kemiskinan, tetapi sampel yang diambil dari populasi justru masyarakat yang
berpenghasilan tinggi atau masyarakat kaya.
Sampling error memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Menurun
ketika jumah sampel meningkat
- Tergantung
pada jumlah populasi
- Tergantung
variasi karakteristik populasi
- Dapat
dikurangi dengan perencanaan teknik pengambilan sampel
Menyajikan Hasil Penelitian
Pada
dasarnya menyajikan hasil penelitian dalam laporan research, merupakan upaya
memberi jawaban atas tujuan penelitian. Sehingga, Menyajikan Hasil Penelitian
harus memuat point-point tujuan khusus dan tujuan umum penelitian.
Untuk
memulainya, penyajian Hasil Penelitian diawali dengan pemberian gambaran
lokasi penelitian dan karakteristik responden. Dilanjutkan point-point yang
merupakan jawaban atas tujuan khusus dan tujuan umum penelitian.
Secara
garis besar, aturanya mengikuti kaidah-kaidah penulisan ilmiah yang pernah
saya bahas. Teknik penulisannya, dapat berupa kombinasi narasi, tabular, semi-tabular
atau grafik.
Ada hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang peneliti, yaitu (1)
teknik penyajian Hasil Penelitian dalam bentuk narasi, tabular, semi-tabular
atau grafik (2) teknik membaca tabel atau grafik yang benar, sehingga
keberadaan tabel atau grafik dalam penyajian dapat effectif.
|
Teknik penyajian data dengan narasi
Penyajian data dengan
narasi mengandung pengertian bahwa hasil penelitian itu disampaikan menggunakan
kalimat. Pada teknik ini, sangatlah penting penggunaan kalimat yang efektif
serta ketepatan pemilihan diksi dan gaya bahasa. Untuk ini ada beberapa prinsip
yang perlu diperhatikan:
Laporan penelitian merupakan jenis karya tulis ilmiah, sehingga gaya bahasanya
harus resmi dengan aturan ejaan yang baku. Seperti penggunaan tanda baca, huruf
besar dan cetak miring. Penulisan tanda baca selalu mengikuti/menyatu dengan
kalimat sebelumnya, selanjutnya spasi huruf diikuti kalimat berikutnya.
Gunakan kalimat yang efektif. Kalimat efektif merupakan kalimat lengkap
(minimal mengandung subyek dan predikat). Kalimat efektif terdiri 8-12 kata.
Hindari penggunaan kalimat majemuk bertingkat.
Jika menggunakan kuotasi atau petikan langsung, lakukan menurut aturan dengan
tanda baca yang sesuai. Penggunaan petikan dalam laporan penelitian biasanya
mengikuti kaidah umum, yaitu (1) diawali dan diakhiri tanda kutip (2) spasi
tunggal (3) dengan paragraf-indent menjorok ke dalam.
Penulisan kuotasi pada penelitian-penelitian kualitatif atau grounded-theory
research, seperti pernyataan atau wawancara dengan responden harus dipilih
secara seksama, atas dasar nilai penting/kebermaknaannya. Disebut penting jika
kuotasi itu menunjukkan intensitas tinggi, konsistensi kuat, frekuensinya
sering muncul di dalam situs penelitian.
Teknik penyajian data menggunakan tabel
Tujuan penyusunan tabel dalam laporan penelitian adalah
untuk mengatur dan mengelompokkan data observasi/individu/kasus, sehingga
frekuensi pemunculannya dalam kelompok dapat diamati. Bentuk tabel dapat
bermacam-macam, tergantung pada maksud penyajian dan kompleksitas materi, yaitu
data atau informasi apa saja yang dimuat di dalamnya. Meskipun tidak ada aturan
yang baku mengenai cara penyusunan tabel, tetapi ada prinsip umum yang telah
diterima secara luas. Berikut ini adalah prinsip-prinsip umum penyusunan tabel:
Tabel disusun sesederhana mungkin. Jika perlu menyusun
dua atau tiga tabel lebih baik, dibandingkan menyusun sebuah tabel besar yang
berisi terlalu banyak variabel dan rinciannya. Sebuah tabel sebaiknya memuat
tidak lebih dari tiga variabel.
Tabel harus dapat menjelaskan sendiri (self-explanation). Untuk itu perlu
diperhatikan dalam hal: (a) Penggunaan simbol, kode atau singkatan harus
dijelaskan secara rinci pada catatan kaki (b) Pemberian label yang ringkas dan
jelas setiap baris dan kolom (c) Pencantuman satuan nilai atau pengukuran dari
data harus jelas (d) Total nilai harus ditunjukkan.
Judul tabel biasanya terpisah dengan badan tabel oleh garis atau spasi. Garis
vertikal yang memisahkan kolom tidak diperlukan pada tabel kecil.Jika data yang
disajikan bukan data primer, maka sumbernya harus disebutkan pada catatan kaki.
Melakukan Pembahasan atas Hasil Penelitian
Setelah
hasil penelitian kita sajikan, tugas seorang peneliti berikutnya adalah
melakukan pembahasan. Pembahasan atau diskusi dalam sebuah laporan penelitian
sebenarnya merupakan upaya peneliti untuk meyakinkan hasil penelitian kepada
pembaca. Upaya pembahasan dapat dilakukan dengan pembahasan teori maupun
pembahasan metodologi.
Pembahasan teori dilakukan dengan merujuk hasil penelitian itu pada teori-teori
yang mendukungnya atau pada penelitian-penelitian terdahulu yang pernah
dilakukan oleh peneliti lain. Sementara itu, pembahasan metodologi dilakukan
dengan menyajikan proses penelitian itu dilakukan hingga memperoleh hasil
penelitian tersebut. Namun, dalam hal ini lebih ditekankan bagaimana upaya
seorang peneliti dalam menjaga validitas datanya.
Dari uraian diatas, maka langkah praktis yang dapat dilakukan adalah:
- Menyajikan ringkasan/pokok hasil penelitian. Jika sudah
diketahui hasil uji statistik atau uji hipotesis, maka angka atau
koefisien tersebut dapat disajikan.
- Melakukan pembahasan teori atas hasil penelitian
- Melakukan pembahasan metodologi atas hasil penelitian
Banyak peneliti pada awalnya mengalami kesulitan pada
tahap pembahasan ini. Seringkali pembahasan dilakukan dengan menambahkan uraian
penjelas dari hasil penelitian, sehingga tahap pembahasan akan terkesan sama
dengan uraian hasil penelitian.
Hal lain yang sering menjadi masalah, adalah ketika hasil penelitian tidak
sesuai atau bahkan bertolak belakang dengan teori. Jika keadaan ini terjadi,
maka langkah yang perlu diambil adalah melakukan pembahasan metodologi. Bisa
jadi, ada kesalahan dalam penerapan metodologi penelitian. Kesalahan ini bisa
terjadi dalam pemilihan sampel atau penetapan kriteria responden di lokasi
penelitian, proses pengumpulan data atau mekanisme analisa data. Seorang
peneliti harus menyajikannya sebenar-benarnya. Jika diyakini metodologinya
sudah benar, maka dapat dikaji kemungkinan faktor-faktor apa saja yang kemungkinan
dapat mempengaruhi hasil penelitian. Jika sudah dapat diidentifikasi, maka
dapat dimasukkan sebagai saran penelitian berikutnya. Tetapi jika ternyata ada
kesalahan, kekurangan atau keterbatasan dalam metodologi, maka seorang peneliti
harus mengakuinya. Dalam naskah penelitian dapat dituliskan sebagai
keterbatasan penelitian.
laporan
penelitian
Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Penggunaan Metode Amenorea Laktasi (Mal) Pada Ibu Menyusui Di Desa
Karangduwur, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen Tahun 2010
Eka
Kristiana H1, Cokro Aminoto, SIP. M.Kes2, Dyah Puji
Astuti, S.SiT3
ABSTRAK
Latar Belakang, metode
Amenore Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian Air
Susu Ibu secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI tanpa makanan tambahan
lainnya.
Desa Karangduwur merupakan salah satu Desa dengan jumlah ibu menyusui terbanyak,
namun penggunaan MAL masih sangat rendah.
Tujuan Penelitian, untuk
mengetahui karakteristik responden serta mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan rendahnya penggunaan metode amenorea laktasi (MAL) pada ibu
menyusui di Desa Karangduwur, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen tahun
2010.
Metode, metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional dengan
pendekatan cross sectional. Populasi 54 ibu menyusui dengan umur bayi 0-6
bulan.
Teknik sampel yang digunakan menggunakan random sampling. Pengumpulan
data dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara dan penyebaran
kuesioner.
Analisis data menggunakan analisis multivariat dengan rumus regresi
logistik ganda.
Hasil, dari hasil penelitian
faktor paling dominan yang berhubungan dengan rendahnya penggunaan metode
amenorea laktasi pada ibu menyusui di Desa Karangduwur adalah faktor status
gizi dengan Exp B 41,230.
Kesimpulan, faktor-faktor yang di duga
berhubungan dengan rendahnya penggunaan metode amenorea laktasi pada ibu
menyusui di Desa Karangdhuwur yaitu pendidikan, pengetahuan, siklus menstruasi,
status gizi, pekerjaan dan ekonomi. Dari ke 6 faktor tersebut yang mempunyai
hubungan dengan MAL adalah faktor pengetahuan, siklus menstruasi,
dan status gizi ibu yang mempunyai nilai signifikansi p> 0,05.
Kata Kunci: Faktor-Faktor, Metode Amenorea Laktasi, Ibu
Menyusui
Gambaran Peran Kader Dalam Pelaksanaan
Program Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi (P4K) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Padureso Kabupaten Kebumen
Dwi
Utami1), Cokro Aminoto2), Dyah Puji Astuti3)
INTISARI
Latar Belakang, mortalitas dan morbiditas
merupakan masalah besar di negara berkembang seperti di Indonesia. Menteri
Kesehatan pada tahun 2007 mencanakan Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan stiker sebagai upaya percepatan penurunan angka
kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI). Dalam Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) ini, harus ada peran
yang baik dari bidan, kader, tokoh agama, tokoh masyarakat, suami, ibu hamil
dan keluarga.
Tujuan, mengetahui gambaran peran
kader dalam pelaksanaan program perencanaan persalinan dan pencegahan
komplikasi (P4K) di wilayah kerja Puskesmas Padureso.
Metode Penelitian, deskriptif dengan
menggunakan desain penelitian observasional. Pengambilan sampel subjek
penelitian dengan teknik simple random sampling, jumlah sampel 37
responden. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner dengan teknik
wawancara.
Hasil, gambaran peran kader dalam
pelaksanan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) di
Wilayah Kerja Puskesmas Padureso dalam pendataan cukup baik (43,2%), peran
kader dalam pengisian format stiker tidak baik (27,0%), peran kader dalam fasilitasi
keluarga cukup baik (32,4%), peran dalam penggalian kesepakatan baik (54,1%),
peran kader dalam monitoring hasil tidak baik (62,2%), peran kader dalam
evaluasi hasil tidak baik (67,6%), dan peran kader dalam pelaporan tidak baik
(59%).
Kesimpulan, gambaran
peran kader dalam pelaksanaan program perencanan persalinan dan pencegahan
komplikasi (P4K) masih perlu ditingkatkan. Sehingga dapat meningkatkan kualitas
kesehatan ibu dan bayi.
Kata Kunci : Peran Kader, Pelaksanaan
P4K
Gambaran Pengetahuan Ketrampilan Dan Sikap
Bidan Tentang Partograf Dalam Pertolongan Persalinan Di Puskesmas Adimulyo 2009
Norma Thersi Hervina, Cokro Aminoto, SIP, M. Kes, Eni
Indrayani, S.Si.T
ABSTRAK
Latar
belakang : Di Puskesmas Adimulyo dari Januari 2008 sampai
dengan Oktober 2008 adalah 760 persalinan. Hanya 76,18% yang dipantau dengan partograf.
Tujuan :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, ketrampilan dan
sikap bidan tentang partograf dalam pertolongan persalinan di Puskesmas
Adimulyo tahun 2009.
Metode
penelitian : Penelitian menggunakan metode deskriptif
eksploratif. Responden terdiri dari 26 responden di Puskesmas Adimulyo. Data
diambil dari responden dengan menggunakan kuesioner. Analisa deskriptif.
Hasil
penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan
responden tentang partograf adalah baik (73%), dan cukup (23%). Untuk
ketrampilan responden dalam pengisian partograf adalah baik (54%), cukup
(38%), dan kurang (8%). Untuk sikap responden terhadap penggunaan partograf adalah
baik (15%) dan cukup (85%).
Kesimpulan
: Pengetahuan dan ketrampilan bidan tentang partograf
termasuk dalam kategori baik, sedangkan sikap bidan terhadap penggunaan partograf
termasuk dalam kategori cukup.
Kata kunci : pengetahuan,
ketrampilan, sikap, partograf.
Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Menopause di
Desa Candirenggo Kecamatan Ayah Kab. Kebumen Tahun 2009
Oleh:
Mirna Ayuningsih1 Cokro Aminoto2,
Umi Laelatul Qomar3
Latar
Belakang:
Setiap wanita dalam kehidupannya akan mengalami menopause. Banyak faktor
yang berperan dalam kehidupan menopause, yaitu faktor internal dan
ekternal. Diantara faktor internal yang mudah diamati adalah tingkat
pengetahuan wanita tentang menopause.
Tujuan Penelitian:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan ibu tentang menopause di Desa Candirenggo, Kecamatan Ayah,
Kabupaten Kebumen tahun 2009. Pengetahuan menopause mempunyai beberapa
variabel diantaranya pengertian, tanda dan gejala, patofisiologis menopause,
faktor-faktor yang mempengaruhi menopause dan upaya menghadapi menopause.
Metodologi Penelitian:
Penelitian
ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi dalam
penelitian ini adalah wanita berusia 40-50 tahun. Pengambilan sampel
menggunakan teknik simple random sampling. Karakteristik sampel
adalah wanita belum menopause, bersedia menjadi responden dan bertempat
tinggal di Desa Candirenggo, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen pada tahun 2009.
Hasil:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan
ibu tentang menopause cukup. Oleh karena perlu meningkatkan peran serta
aktif masyarakat memberikan informasi-informasi kepada masyarakat yang lain
tentang menopause.
Kata
Kunci : Pengetahuan, ibu, menopause
Kepustakaan
: 18 (1999-2008)
1)
Mahasiswa STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG
2)
Dosen Pembimbing I
3)
Dosen Pembimbing II
Kajian Pustaka dan Kerangka
Teori Syarat Mutlak Dalam sebuah Penelitian
Kajian
pustaka dan kerangka teori merupakan kerangka acuhan yang disusun berdasarkan
kajian berbagai aspek, baik secara teoritis maupun empiris yang menumbuhkan
gagasan dan mendasari usulan penelitian tindakan kelas. Dasar-dasar usulan
penelitian tindakan kelas tersebut dapat berasal dari temuan dan hasil
penelitian terdahulu yang terkait dan mendukung pilihan tindakan untuk
mengatasi permasalahan penelitian tindakan kelas. Ary (1983 ) mengatakan bahwa
sangat penting bagi peneliti untuk mencari hasil penelitian terdahulu yang
cocok dengan bidang yang diteliti sebagai dasar pendukung pilihan.
Dalam pembahasan kajian pustaka dan kerangka
teori perlu diungkapkan kerangka acuhan komprehensif mengenai konsep, prinsip,
atau teori yang digunakan sebagai landasan dalam memecahkan masalah yang
dihadapi. Uraian dalam kajian pustaka diharapkan menjadi landasan teoritik
mengapa masalah yang dihadapi dalam penelitian tindakan kelas perlu dipecahkan
dengan strategi yang dipilih. Kajian teoritik mengenai prosedur yang akan
dipakai dalam pengembangan juga dikemukakan.
Kajian pustaka dan kerangka teori dipaparkan
dengan maksud untuk memberikan gambaran tentang kaitan upaya pengembangan
dengan upaya-upaya lain yang mungkin sudah pernah dilakukan para ahli untuk
mendekati permasalahan yang sama atau relatif sama. Dengan demikian pengembangan
yang dilakukan memiliki landasan empiris yang kuat. (UM, 2005).
II. Fungsi Kajian Pustaka
Dalam penelitian terlebih
penelitian tindakan kelas kajian pustaka dan kerangka teori memiliki beberapa
fungsi. Seperti yang dikemukakan Zubaidah, (2007) bahwa fungsi kajian pustakan
meliputi; (1) mengetahui sejarah masalah penelitian, (2) membantu memilih
prosedur, (3) memahami latar belakang teoritis masalah penelitian, (4)
mengetahui manfaat penelitian sebelumnya, (5) menghindari duplikasi, dan (6)
memberikan pembenaran pemilihan masalah penelitian.
Amirin (2000) memaparkan bahwa kajian pustaka
juga digunakan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan diangkat menjadi
topik penelitian serta untuk menjelaskan kedudukan masalah dalam tempatnya yang
lebih luas. Konstruksi teoritik yang ada dalam kajian pustaka akan memberikan
landasan bagi penelitian. Sehingga sumbangan kajian pustaka pada penelitian
dapat dijelaskan sebagai berikut;
1.
Konstruksi Teoritik sebagai Dasar
Penelitian apa pun tidak akan terlepas dari kerangka
teori. Penelitian tidaklah berarti tanpa teori sama sekali. Paling tidak
sebagai pegangan atau pedoman untuk memberikan asumsi atau postulat, prinsip,
teori, konsep, preposisi dan definisi operasional.
1. Konstruksi Teoritik sebagai Tolok Ukur
Penelitian tindakan berupaya untuk meningkatkan kinerja
pembelajaran atau proses kegiatan pembelajaran sehingga perlu sarana untuk
mengontrol baik tidaknya prosedur yang digunakan. Kerangka teori dapat membantu
sebagai ukuran patokan (standart atau tolok ukur) yang dimaksud.
1.
Konstruksi Teoritik sebagai Sumber Hipotesa
Hipotesa pada umumnya dimunculkan dari kajian teori.
Teori-teori yang diragukan akan dicoba dan diuji kembali sehingga terbentuklah
hipotesa. Dasar rasional mengapa harus diuji kembali karena pembuktian secara
teoritis harus diimbangi dengan pembuktian secara empiris.
II. Penyusunan Kajian Pustaka
Dalam menyusun kajian pustaka perlu usaha
untuk mengumpulkan sumber sebanyak-banyaknya. Sumber tersebut harus relevan
dengan masalah yang diangkat dalam penelitian. Kajian pustaka dapat digunakan
dengan dua pola; yaitu deduktif dan induktif. Dengan dedukutif kita mulai dari
proposisi yang berlaku umum dan memberlakukannya pada keadaan khusus, serta
berlaku sebaliknya untuk induktif.
Langka-langkah yang dilakukan dalam
penyusunan kajian pustaka; (1) siapkan butir-butir yang perlu dalam mencatat
informasi dari pustaka, (2) siapkan sistematika pengumpulan informasi, dan (3)
mencari informasi sebanyak-banyaknya dari bahan kepustakaan maupun internet.
Supaya peneliti lebih
mudah dalam penyusunan kajian pustaka perlu diperhatikan hal-hal berikut; (1)
gunakan masalah penelitian sebagai fokus, (2) buat rencana urutan pencarian dan
penulisan, serta (3) menekankan keterkaitan pustaka dengan masalah penelitian.
Zubaidah (2007).
BACA SELENGKAPNYA DI BUKU “ DESIGN
ACTION RESEARCH” KARYA “ERNA FEBRU ARIES S.,“ SUDAH DILENGKAPI DENGAN
CONTOH-CONTOH LAPORAN PENELITIAN LENGKAP …. HUBUNGI SEGERA 081 803 802 797
Kajian Pustaka dan Kerangka
Teori Syarat Mutlak Dalam sebuah Penelitian
Kajian
pustaka dan kerangka teori merupakan kerangka acuhan yang disusun berdasarkan
kajian berbagai aspek, baik secara teoritis maupun empiris yang menumbuhkan
gagasan dan mendasari usulan penelitian tindakan kelas. Dasar-dasar usulan
penelitian tindakan kelas tersebut dapat berasal dari temuan dan hasil
penelitian terdahulu yang terkait dan mendukung pilihan tindakan untuk
mengatasi permasalahan penelitian tindakan kelas. Ary (1983 ) mengatakan bahwa
sangat penting bagi peneliti untuk mencari hasil penelitian terdahulu yang cocok
dengan bidang yang diteliti sebagai dasar pendukung pilihan.
Dalam pembahasan kajian pustaka dan kerangka
teori perlu diungkapkan kerangka acuhan komprehensif mengenai konsep, prinsip,
atau teori yang digunakan sebagai landasan dalam memecahkan masalah yang
dihadapi. Uraian dalam kajian pustaka diharapkan menjadi landasan teoritik
mengapa masalah yang dihadapi dalam penelitian tindakan kelas perlu dipecahkan
dengan strategi yang dipilih. Kajian teoritik mengenai prosedur yang akan
dipakai dalam pengembangan juga dikemukakan.
Kajian pustaka dan kerangka teori dipaparkan
dengan maksud untuk memberikan gambaran tentang kaitan upaya pengembangan
dengan upaya-upaya lain yang mungkin sudah pernah dilakukan para ahli untuk
mendekati permasalahan yang sama atau relatif sama. Dengan demikian
pengembangan yang dilakukan memiliki landasan empiris yang kuat. (UM, 2005).
II. Fungsi Kajian Pustaka
Dalam penelitian terlebih penelitian tindakan
kelas kajian pustaka dan kerangka teori memiliki beberapa fungsi. Seperti yang
dikemukakan Zubaidah, (2007) bahwa fungsi kajian pustakan meliputi; (1)
mengetahui sejarah masalah penelitian, (2) membantu memilih prosedur, (3)
memahami latar belakang teoritis masalah penelitian, (4) mengetahui manfaat
penelitian sebelumnya, (5) menghindari duplikasi, dan (6) memberikan pembenaran
pemilihan masalah penelitian.
Amirin (2000) memaparkan bahwa kajian pustaka
juga digunakan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan diangkat menjadi
topik penelitian serta untuk menjelaskan kedudukan masalah dalam tempatnya yang
lebih luas. Konstruksi teoritik yang ada dalam kajian pustaka akan memberikan
landasan bagi penelitian. Sehingga sumbangan kajian pustaka pada penelitian
dapat dijelaskan sebagai berikut;
1.
Konstruksi Teoritik sebagai Dasar
Penelitian apa pun tidak akan terlepas dari kerangka
teori. Penelitian tidaklah berarti tanpa teori sama sekali. Paling tidak
sebagai pegangan atau pedoman untuk memberikan asumsi atau postulat, prinsip,
teori, konsep, preposisi dan definisi operasional.
1. Konstruksi Teoritik sebagai Tolok Ukur
Penelitian tindakan berupaya untuk meningkatkan kinerja
pembelajaran atau proses kegiatan pembelajaran sehingga perlu sarana untuk
mengontrol baik tidaknya prosedur yang digunakan. Kerangka teori dapat membantu
sebagai ukuran patokan (standart atau tolok ukur) yang dimaksud.
1.
Konstruksi Teoritik sebagai Sumber Hipotesa
Hipotesa pada umumnya dimunculkan dari kajian teori.
Teori-teori yang diragukan akan dicoba dan diuji kembali sehingga terbentuklah
hipotesa. Dasar rasional mengapa harus diuji kembali karena pembuktian secara
teoritis harus diimbangi dengan pembuktian secara empiris.
II. Penyusunan Kajian
Pustaka
Dalam menyusun kajian pustaka perlu usaha
untuk mengumpulkan sumber sebanyak-banyaknya. Sumber tersebut harus relevan
dengan masalah yang diangkat dalam penelitian. Kajian pustaka dapat digunakan
dengan dua pola; yaitu deduktif dan induktif. Dengan dedukutif kita mulai dari
proposisi yang berlaku umum dan memberlakukannya pada keadaan khusus, serta
berlaku sebaliknya untuk induktif.
Langka-langkah yang dilakukan dalam
penyusunan kajian pustaka; (1) siapkan butir-butir yang perlu dalam mencatat
informasi dari pustaka, (2) siapkan sistematika pengumpulan informasi, dan (3)
mencari informasi sebanyak-banyaknya dari bahan kepustakaan maupun internet.
Supaya peneliti lebih mudah dalam penyusunan
kajian pustaka perlu diperhatikan hal-hal berikut; (1) gunakan masalah
penelitian sebagai fokus, (2) buat rencana urutan pencarian dan penulisan,
serta (3) menekankan keterkaitan pustaka dengan masalah penelitian. Zubaidah
(2007).
BACA SELENGKAPNYA DI BUKU “ DESIGN
ACTION RESEARCH” KARYA “ERNA FEBRU ARIES S.,“ SUDAH DILENGKAPI DENGAN
CONTOH-CONTOH LAPORAN PENELITIAN LENGKAP …. HUBUNGI SEGERA 081 803 802 797
Kajian Pustaka dan Kerangka
Teori Syarat Mutlak Dalam sebuah Penelitian
Kajian
pustaka dan kerangka teori merupakan kerangka acuhan yang disusun berdasarkan
kajian berbagai aspek, baik secara teoritis maupun empiris yang menumbuhkan gagasan
dan mendasari usulan penelitian tindakan kelas. Dasar-dasar usulan penelitian
tindakan kelas tersebut dapat berasal dari temuan dan hasil penelitian
terdahulu yang terkait dan mendukung pilihan tindakan untuk mengatasi
permasalahan penelitian tindakan kelas. Ary (1983 ) mengatakan bahwa sangat
penting bagi peneliti untuk mencari hasil penelitian terdahulu yang cocok
dengan bidang yang diteliti sebagai dasar pendukung pilihan.
Dalam pembahasan kajian pustaka dan kerangka
teori perlu diungkapkan kerangka acuhan komprehensif mengenai konsep, prinsip,
atau teori yang digunakan sebagai landasan dalam memecahkan masalah yang
dihadapi. Uraian dalam kajian pustaka diharapkan menjadi landasan teoritik
mengapa masalah yang dihadapi dalam penelitian tindakan kelas perlu dipecahkan
dengan strategi yang dipilih. Kajian teoritik mengenai prosedur yang akan
dipakai dalam pengembangan juga dikemukakan.
Kajian pustaka dan kerangka teori dipaparkan
dengan maksud untuk memberikan gambaran tentang kaitan upaya pengembangan
dengan upaya-upaya lain yang mungkin sudah pernah dilakukan para ahli untuk
mendekati permasalahan yang sama atau relatif sama. Dengan demikian
pengembangan yang dilakukan memiliki landasan empiris yang kuat. (UM, 2005).
II. Fungsi Kajian Pustaka
Dalam penelitian terlebih penelitian tindakan
kelas kajian pustaka dan kerangka teori memiliki beberapa fungsi. Seperti yang
dikemukakan Zubaidah, (2007) bahwa fungsi kajian pustakan meliputi; (1)
mengetahui sejarah masalah penelitian, (2) membantu memilih prosedur, (3)
memahami latar belakang teoritis masalah penelitian, (4) mengetahui manfaat
penelitian sebelumnya, (5) menghindari duplikasi, dan (6) memberikan pembenaran
pemilihan masalah penelitian.
Amirin (2000) memaparkan bahwa kajian pustaka
juga digunakan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan diangkat menjadi
topik penelitian serta untuk menjelaskan kedudukan masalah dalam tempatnya yang
lebih luas. Konstruksi teoritik yang ada dalam kajian pustaka akan memberikan
landasan bagi penelitian. Sehingga sumbangan kajian pustaka pada penelitian
dapat dijelaskan sebagai berikut;
1.
Konstruksi Teoritik sebagai Dasar
Penelitian apa pun tidak akan terlepas dari kerangka
teori. Penelitian tidaklah berarti tanpa teori sama sekali. Paling tidak
sebagai pegangan atau pedoman untuk memberikan asumsi atau postulat, prinsip,
teori, konsep, preposisi dan definisi operasional.
1. Konstruksi Teoritik sebagai Tolok Ukur
Penelitian tindakan berupaya untuk meningkatkan kinerja
pembelajaran atau proses kegiatan pembelajaran sehingga perlu sarana untuk
mengontrol baik tidaknya prosedur yang digunakan. Kerangka teori dapat membantu
sebagai ukuran patokan (standart atau tolok ukur) yang dimaksud.
1.
Konstruksi Teoritik sebagai Sumber Hipotesa
Hipotesa pada umumnya dimunculkan dari kajian teori.
Teori-teori yang diragukan akan dicoba dan diuji kembali sehingga terbentuklah
hipotesa. Dasar rasional mengapa harus diuji kembali karena pembuktian secara
teoritis harus diimbangi dengan pembuktian secara empiris.
II. Penyusunan Kajian
Pustaka
Dalam menyusun kajian pustaka perlu usaha
untuk mengumpulkan sumber sebanyak-banyaknya. Sumber tersebut harus relevan
dengan masalah yang diangkat dalam penelitian. Kajian pustaka dapat digunakan
dengan dua pola; yaitu deduktif dan induktif. Dengan dedukutif kita mulai dari
proposisi yang berlaku umum dan memberlakukannya pada keadaan khusus, serta
berlaku sebaliknya untuk induktif.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
penyusunan kajian pustaka; (1) siapkan butir-butir yang perlu dalam mencatat informasi
dari pustaka, (2) siapkan sistematika pengumpulan informasi, dan (3) mencari
informasi sebanyak-banyaknya dari bahan kepustakaan maupun internet.
Supaya peneliti lebih mudah dalam penyusunan
kajian pustaka perlu diperhatikan hal-hal berikut; (1) gunakan masalah
penelitian sebagai fokus, (2) buat rencana urutan pencarian dan penulisan,
serta (3) menekankan keterkaitan pustaka dengan masalah penelitian. Zubaidah
(2007).
BACA SELENGKAPNYA DI BUKU “
DESIGN ACTION RESEARCH” KARYA “ERNA FEBRU ARIES S.,“ SUDAH DILENGKAPI DENGAN
CONTOH-CONTOH LAPORAN PENELITIAN LENGKAP …. HUBUNGI SEGERA 081 803 802 797
Menyusun Kerangka
Pikiran/Konsep
Menyusun kerangka pikiran adalah
menjawab secara rasional masalah yang telah dirumuskan dan diidentifikasikan
(mengapa penomena itu sendiri) itu dengan mengalirkan jalan pikiran dari
pangkal piker (premis) berdasarkan patokan piker (postukit/asumsi/aksioma)
sampai pada pemikiran (hasil berpikir/deduktif/hipotesis) menurut kerangka
logis (logical construct). Kerangka logis itu adalah kerangka logika
sebagaimana digunakan dalam berpikir deductif, yang menggunakan sillogisme
(syllogisme), yaitu suatu argumen (penalaran) deduktif yang valid (abash).
Sillogisme itu mempunyai kerangka yang tersendiri dari dua pangkal piker
(premis) dan satu kesimpulan (conslusion of consequenxe).Dua pangkal piker
(premis) ini dibedakan antara “pangkal piker besar” (premis major) dan “pangkal
piker kecil” (premis minor). Sedangkan kesimpulan (konsekuen/konklusi) adalah
argumentasi dari kedua premis (pangkal piker) itu.
Pangkal piker (premis) adalah
“keterangan” dalam suatu pembahasan yang menjadi landasan untuk menurunkan
“keterangan lain” atau bahan bukti untuk mendukung kebenaran suatu kesimpulan,
yang berpatokan pada patokan piker (postulat/asumsi/aksioma). Jika keterangan
itu bersifat umum/besar (general) disebut pangkal piker besar (premis major),
jika bersifat khusus/kecil (bagian dari yang besar) disebut pangkal piker kecil
(premis minor).
Patokan piker
(postulat/asumsi/aksioma) juga suatu keterangan yang kebenarannya telah terjadi
dan (dapat diterima tanpa pembuktian lebih lanjut), digunakan sebagai awal
(pangkal) atau pegangan dalam suatu pembahasan, jadi merupakan petokan bagi
pengkal piker (premis), maka postulat itu tidak sama denegan premis. Postulat
besar merupakan patokan bagi pangkal piker besar (premis major), sedangkan
postulat kecil merupakan patokan bagi pangkal piker kecil (premis minor). Perlu
dipahami bahwa yang dimaksud besar-kecil (major-minor) itu adalah
taraf/tingkatan luas-sempitnya cakupan generalitas empirik.
Postulat/asumsi/aksioma (patokan
piker) itu diambil dari teori-teori yang telah diterima kebenarannya. Seperti
diketahui bahwa menurut tingkatan generalisasi empiriknya, teori itu terbagi
atas dua tingkatan, yaitu yang disebut “teori besar atau cakupan luas (grand or
wide range theory)” dan “teori tingkat/cakupan menengah (middle range theory)”.
Yang disebut pertama, ialah teori yang menjelaskan sejumlah generalisasi empirik
dalam cakupan luas, sedangkan yang disebut kedua adalah teori yang menjelaskan
sejumlah generalisasi empirik cakupan menengah (medium). Berdasarkan penjelasan
tersebut, dapat ditunjukan bahwa postulat/asumsi/aksioma bagi patokan premis
major itu diambil dari “grand theory”, sedangkan bagi patokan premis minor
diambil dari “middle range theory”.
Berdasarkan penjelasan di atas maka
menyusun kerangka pikiran menurut kerangka sillogisme itu terdiri dari tiga
tahap kegiatan piker, yaitu tahap “penelaahan konsep” (conseptioning), tahap
“pertimbangan atau putusan” (judgment) dan tahap “penyimpulan” (reasoning).
Penjelasannya adaag sebagai berikut :
1. Tahap Penelaahan
Konsep (Conceptioning)
Pada tahap ini kegiatan piker
ditujukan pada penelaahan pengertian-pengertian dari konsep-konsep pada cakupan
generalisasi luas dalam bangu teori atau jalinan fakta, untuk menentukan
patokan piker (postulat/asumsi/aksioma) dalam upaya menetapkan pangkal piker
besar (premis major). Hal ini bersumber dari suatu teori cakupan generalisasi
luas (grand or wide range theory).
Operasionalisasinya adalah mencari
keterangan (pengertian-pengertian) dari “grand theory” yang kebenarannya dapat
diterima tanpa pengujian atau pembuktian lebih lanjut. Keterangan-keterangan
ini akan dijadikan patokan atau pegangan untuk menetapkan premis besar (major
premis). Sampai disini pekerjaan itu dikatakan menetapkan postulat,
generalisasi konsep-konsep mana yang relevan dengan fenomena yang
dipermasalahkan itu, dan bagaimana pengertian-pengertian (baik menurut
definisi-definisinya maupun menurut “relationship-relationshipnya”).
Menemukan teori-teori generalisasi
empirik cakupan luas dengan cara penelaahan (peninjauan) kepustakaan.
Pegangannya ialah memperoleh keterangan yang telah teruji kebenarannya. Oleh
karena itu memerlukan ketekunan dan kesungguhan, yaitu selektif, komperatif,
kritis dan analistis. Hal-hal tersebut berhubungan dengan kemampuan
membeda-bedakan proposisi-proposisi yang telah teruji itu (fakta dan atau
teori) dan yang belum teruji (hipotesis, atau mungkin juga dalil). Demikian
pula membedakan proposisi dan definisi, deskripsi dan eksplanasi, konsep dan
variable. Untuk hal ini perlu diingat kembali mengenai komponen/anatomi
pengetahuan dan ilmu, beserta pengertian-pengertiannya. Khusus mengenai
proposisi-proposisi dakta atau pun teori, perlu dikaji tentang kehakikian
bentuk hubungannya, ketegasan dan atau keeratannya (proposition linkage) dan
tinggi-rendahnya nilai informatifnya (high and low informative value).
Meskipun susunan kerangka
logika itu mendahulukan “premis major”, namun dalam menyusun “conseptioning”
ini rumusan dan identifikasi masalahnya (yang dicari “premis minor”nya) dapat
didahulukan. Artinya mencari pengertian-pengertian dari
konsep-konsep/variable-variabel yang akan ditelaah dari fakta-fakta dan atau
teori-teori itu didasarkan pada rumusan dan ideentifikasi masalah yang hendak
dijawab itu. Misalnya rumusan dan ideentifikasi masalah yang hendak dijawab itu
sebagai berikut :
a. Problem
Statement : “Belum dapat menjelaskan
keadaan rel kereta api di dataran tinggi dan di dataran rendah”.
b. Reseach
Question : “Bagaimana keadaan
rel kereta api di dataran tinggi dan di dataran rendah”; atau
“Samakah keadaan rel kereta
api di dataran tinggi dan di dataran rendah”.
Dalam perumusan masalah tersebut
terkandung konsep-konsep/variable-variabel/”determinant” dan “result”, yaitu
dataran tinggi dan dataran rendah (lingkungan) sebagai determinant (penentu
atau yang berpengaruh) terhadap keadaan rel kereta api sebagai result (yang
ditentukan atau yang dipengaruhi). Konsep/variable dataran tinggi dan dataran
rendah itu merupakan “konsep besar” tentang ketinggian tempat dari permukaan
laut (altitude). Keterangan (informasi) yang diperoleh dari konsep “altitude”
(sudah mencakup dataran tinggi dan dataran rendah) ialah tentang “suhu
(temperatur) suatu tempat”, yang menerangkan bahwa “setiap ketinggian naik 100
meter, suhu (temperatur) turun 10 C”. Jika berdasarkan penelaahan
kepustakaan kebenaran dari informasi tersebut meyakinkan tidak memerlukan
pengujian atau pembuktian lebih lanjut, maka informasi tersebut dianggap
sebagai postulat/asumsi/aksioma (patokan pikir). Berpatokan pada postulat maka
perlu dicari keterangan lain yang dijadikan landasan untuk menrunkan keterangan
tentang “result” (pikiran tentang keadaan rel kereta api itu), yaitu sebagai
premis (pangkal pikir).
Dari penelaahan kepustakaan mengenai
“suhu (temperatur)” itu diperoleh keterangan bahwa hal itu bersangkutan dengan
energi “panas”, sedangkan keterangan lain yang diperoleh dari padanya ialah
hukum panas, yaitu “jika logam terkena panas, maka memuai”. Karena
konsep-konsep/variable-variabel yang terkandung pada keterangan tersebut
bersifat luas (logam, panas dan memuai) maka dapat dipakai sebagai pangkal
pikir besar (major premis), jika dianggap (kebenarannya dapat diterima).
“Conceptioning khusus”, yaitu tentang
“result” atau konsep/variable terpengaruh “keadaan rel kereta api”.
Keterangan-keterangan yang diperoleh untuk hal bukan tentang fungsinya sebagai
jalan untuk melajukan kereta api, tetapi mengenai wujud benda atau barangnya.
Berdasarkan hasil penelaahankepustakaan, di peroleh keterangan bahwa rel kereta
api itu adalah baja/besi. Jika hal ini kebenaranya dapat di terima tanpa
pengujian/ besi itu merupakan “postulat khusus”. Sampai disini selesailah tahap
tahap penelaahan konsep-kpnsep (conceptioning) beranjak pada tahap berikutnya,
yaitu tahap menimbang atau memutuskan (judgmen),
2) Tahap Pertimbangan atau
Putusan (Judgment)
Tahap ini diartikan sebagai kegiatan
pikir dalam menimbang atau memutuskan atau menerima atau menolak kesusaian
antara pokok (subyek) dan sebutan (predikat) dari suatu keterangan yang sedang
di bahas. Pada berpikir deduktif kegiatan ini adalah menerima atau menolak
bahwa konsep / variable khusus merupakan “bagian” (golongan, kategori atau
klasifikasi) dari konsep / variable umum.
Pada tahap “conceptioning” tentang
misal “keadaan rel kereta api” itu sudah sampai pada ‘postulat’ bahwa “rel
kereta api itu adalah baja/atau besi”. Pada tahap “judgmen” ini dicari lagi
tentang keterangan tentang konsep baja/besi itu di hubungkan dengan subyek
(pokok) ini menjadi sebutan (predikat) baja/besi pada premis minor. Dari
penelaahan pustaka di peroleh keterangan bahwa baja/besi itu termasuk “golongan”
logam. Jika keterangan ini kebenaranya tidak memerlukan pengujian atau
pembuktian lebih lanjut, maka kesesuaian antara baja/besi dengan logam dapat
diterima. Dengan demikian diputuskan premis minornya adalah : “baja/besi adalah
logam” selesailah tahap judgmen itu ; lanjut ketahap “reasoning”.
3) Tahap Penyimpulan
(Reasoning)
tahap ini di artikan sebagai kegiatan
sambil menarik kesimpulan (infrence) dari premis-premis yang telah di konsepkan
pada tahap “conceptioning” dan diputuskan pada tahap “judgmen”. Kerangka
“reasoning” itu adalah sebagai berikut;
premis
major : “Logam terkena panas
memuai”
premis minor
: “Baja/besi adalah logam”
kesimpulan
: “Baja/besi
terkena panas memuai”.
Kesimpulan itu didasarkan pada hukum
deduktif, bahwa: “segala kejadian yang muncul pada hal yang umum, berlaku pula
pada hal-hal yang khusus, asal saja hal yang khusus itu merupakan bagian dari
yang umum” kesimpulannya di sebut deduksi atau kesimpulan rasional / atau
kesimpulan deduktif (deductive infrence); juga disebut hipotesis.
Deduksi “baja/besi terkena panas
memuai” sama dengan “rel kereta api terkena panas memuai”. Tetapi deduksi ini
belum menjawab perumusan masalah / identifikasi masalah. Maka selanjutnya
berpegang pada deduksi itu diturunkan lagi keterangan-keterangan dalam rangka
menjawab masalah itu.
Deduksi
: rel kereta api terkena panas
memuai.
Postulat
: suhu (panas) didaratan
tinggi lebih rendah dari pada suhu (panas) di daratan rendah.
Kesimpulan :
“memuainya rel kereta api di daratan lebih pendek
dari pada di
daratan rendah” identik dengan:
“pemuaian rel kereta api di
dataran tinggi tidak sama dengan di dataran rendah”.
Postulat lain :
“rel kereta api itu bersambung-sambungan dengan kerenggangan tertentu”.
Kesimpulan
: “kerenggangan rel kereta api di dataran rengdah lebih besar dari pada di
dataran tinggi”.